Home »
Label:
asal nama kota
» Provinsi JAMBI : Profil Sejarah Arti Logo Nilai Budaya
Provinsi JAMBI : Profil Sejarah Arti Logo Nilai Budaya
Nama Resmi | : | Provinsi Jambi |
Ibukota | : | Jambi |
Luas Wilayah | : | 50.058,16 km2 *) |
Jumlah Penduduk | : | 3.390.682 jiwa *) |
Suku Bangsa | : | Melayu, Kubu, Kerinci, dll. |
Agama | : | Islam: 98,4%, Kristen: 1,1%, Budha: 0,36%, Hindu : 0,117% |
Wilayah Administrasi | : | Kab.: 9, Kota : 2, Kec.: 128, Kel.: 153, Desa : 1.253 *) |
Lagu Daerah | : | Injit-injit Semut dan Pinang Muda |
Website: | : | http://www.jambiprov.go.id
*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011
|
Sejarah
Pada akhir abad ke XIX di daerah Jambi terdapat kerajaan atau Kesultanan Jambi. Pemerintahan
kerajaan ini dipimpin oleh seorang Sultan dibantu oleh Pangeran Ratu
(Putra Mahkota) yang mengepalai Rapat Dua Belas yang merupakan Badan
Pemerintahan Kerajaan.
Wilayah
administrasi Kerajaan Jambi meliputi daerah-daerah sebagaimana
tertuang dalam adagium adat "Pucuk Jambi Sembilan Lurah, Batangnyo Alam
Rajo" yang artinya : Pucuk yaitu ulu dataran tinggi, sembilan lurah
yaitu sembilan negeri atau wilayah dan batangnya Alam Rajo yaitu daerah
teras kerajaan yang terdiri dari dua belas suku atau daerah.
Secara geografis keseluruhan daerah Kerajaan Jambi dapat dibagi atas dua bagian besar yakni :
- Daerah Huluan Jambi : meliputi Daerah Aliran Sungai tungkal Ulu, Daerah Aliran Sungai jujuhan, Daerah Aliran Sungai Batang Tebo, Daerah Sungai Aliran Tabir, daerah Aliran Sungai Merangin dan Pangkalan Jambu.
- Daerah Hilir Jambi : meliputi wilayah yang dibatasi oleh Tungkal Ilir, sampai Rantau Benar ke Danau Ambat yaitu pertemuan Sungai Batang Hari dengan Batang Tembesi sampai perbatasan dengan daerah Palembang.
Sebelum diberlakukannya IGOB (Inlandsche Gemente Ordonantie Buitengewesten), yaitu
peraturan pemerintahan desa di luar Jawa dan Madura, di Jambi sudah
dikenal pemerintahan setingkat desa dengan nama marga atau batin yang
diatur menurut Ordonansi Desa 1906. Pada ordonansi itu ditetapkan marga
dan batin diberi hak otonomi yang meliputi bidang pemerintahan umum,
pengadilan, kepolisian, dan sumber keuangan.
Pemerintahan
marga dipimpin oleh Pasirah Kepala Marga yang dibantu oleh dua orang
juru tulis dan empat orang kepala pesuruh marga. Kepala Pesuruh Marga
juga memimpin pengadilan marga yang dibantu oleh hakim agama dan
sebagai penuntut umum adalah mantri marga. Di bawah pemerintahan marga
terdapat dusun atau kampung yang dikepalai oleh penghulu atau kepala
dusun atau Kepala Kampung.
Pada
masa pemerintahan Belanda tidak terdapat perubahan struktur
pemerintahan di daerah Jambi. Daerah ini merupakan salah satu
karesidenan dari 10 karesidenan yang dibentuk Belanda di Sumatera yaitu:
Karesidenan Aceh, Karesidenan Tapanuli, Karesidenan Sumatera Timur,
Karesidenan Riau, Karesidenan Jambi, Karesidenan Sumatera Barat,
Karesidenan Palembang, Karesidenan Bengkulu, Karesidenan Lampung, dan
Karesidenan Bangka Belitung.
Khusus
Karesidenan Jambi yang beribu kota di Jambi dalam pemerintahannya
dipimpin oleh seorang Residen yang dibantu oleh dua orang asisten
residen dengan mengkoordinasikan beberapa Onderafdeeling. Keadaan ini berlangsung sampai masuknya bala tentera Jepang ke Jambi pada tahun 1942.
Arti Logo
Lambang Daerah Tingkat I Provinsi Jambi, berbentuk Bidang Dasar Segi Lima, menggambarkan lambang Jiwa dan semangat Pancasila.
Masjid, melambangkan Ketuhanan dan Keagamaan;
Nilai Budaya
Berdasarkan
cerita rakyat setempat, nama Jambi berasal dari perkataan "jambe" yang
berarti "pinang". Nama ini ada hubungannya dengan sebuah legenda yang
hidup dalam masyarakat, yaitu legenda mengenai Raja Putri Selaras Pinang Masak, yang ada kaitannya dengan asal-usul provinsi Jambi.
Penduduk
asli Provinsi Jambi terdiri dari beberapa suku bangsa, antara lain
Melayu Jambi, Batin, Kerinci, Penghulu, Pindah, Anak Dalam (Kubu), dan
Bajau. Suku bangsa yang disebutkan pertama merupakan penduduk mayoritas
dari keseluruhan penduduk Jambi, yang bermukim di sepanjang dan sekitar
pinggiran sungai Batanghari.
Suku
Kubu atau Anak Dalam dianggap sebagai suku tertua di Jambi, karena
telah menetap terlebih dahulu sebelum kedatangan suku-suku yang lain.
Mereka diperkirakan merupakan keturunan prajurit-prajurit Minangkabau
yang bermaksud memperluas daerah ke Jambi. Ada sementara informasi yang
menyatakan bahwa suku ini merupakan keturunan dari percampuran suku
Wedda dengan suku Negrito, yang kemudian disebut sebagai suku Weddoid.
Orang
Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar. Sebutan "jinak"
diberikan kepada golongan yang telah dimasyarakatkan, memiliki tempat
tinggal yang tetap, dan telah mengenal tata cara pertanian. Sedangkan
yang disebut "liar" adalah mereka yang masih berkeliaran di hutan-hutan
dan tidak memiliki tempat tinggal tetap, belum mengenal sistem bercocok
tanam, serta komunikasi dengan dunia luar sama sekali masih tertutup.
Suku-suku
bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah pedesaan dengan pola
yang mengelompok. Mereka yang hidup menetap tergabung dalam beberapa
larik (kumpulan rumah panjang beserta pekarangannya). Setiap desa
dipimpin oleh seorang kepala desa (Rio), dibantu oleh mangku, canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa). Mereka inilah yang bertugas mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat desa.
Strata Sosial masyarakat
di Jambi tidak mempunyai suatu konsepsi yang jelas tentang sistem
pelapisan sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu jarang bahkan tidak
pernah terdengar istilah-istilah atau gelar-gelar tertentu untuk
menyebut lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka hanya mengenal
sebutan-sebutan yang "kabur" untuk menunjukkan status seseorang, seperti
orang pintar, orang kaya, orang kampung dsb.
Pakaian Pada
awalnya masyarakat pedesaan mengenal pakaian sehari-hari berupa kain
dan baju tanpa lengan. Akan tetapi setelah mengalami proses akulturasi
dengan berbagai kebudayaan, pakaian sehari-hari yang dikenakan kaum
wanita berupa baju kurung dan selendang yang dililitkan di kepala
sebagai penutup kepala. Sedangkan kaum pria mengenakan celana setengah
ruas yang menggelembung pada bagian betisnya dan umumnya berwarna
hitam, sehingga dapat leluasa bergerak dalam melakukan pekerjaan
sehari-hari. Pakaian untuk kaum pria ini dilengkapi dengan kopiah.
Kesenian di Provinsi Jambi yang terkenal antara lain Batanghari, Kipas perentak, Rangguk, Sekapur sirih, Selampit delapan, Serentak Satang.
Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain Upacara Lingkaran Hidup Manusia, Kelahiran, Masa Dewasa, Perkawinan, Berusik sirih bergurau pinang, Duduk bertuik, tegak betanyo, ikat buatan janji semayo, Ulur antar serah terimo pusako dan Kematian.
Filsafat Hidup Masyarakat Setempat:Sepucuk jambi sembilan lurah, batangnyo alam rajo.
Receive all updates via Facebook. Just Click the Like Button Below▼
▼